Sabtu, 21 September 2013

Penolakan Miss World 2013 Bernuansa Politis

Global News World : MARAKNYA suara yang menolak penyelenggaraan Miss World 2013 di Indonesia menimbulkan pertanyaan dari beberapa pihak. Bahkan, nuansa politis juga ditengarai menjadi salah satu pemicu hal tersebut.

Hal ini diamini oleh Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens. Menurutnya, penolakan ini karena yang menyelenggarakan adalah Hary Tanoesoedibjo sebagai calon wakil presiden dari partai Hanura.

“Saya melihat, penolakan terhadap Miss World itu karena kenakalan lawan-lawan politik Wiranto-Hary Tanoesoedibjo. Ini bisa dilihat dari sikap pemerintah sendiri, kenapa kemudian secara mendadak mereka membatalkan pelaksanaan di Sentul, Bogor pindah ke Bali,” tuturnya pada diskusi pers bertajuk “Penolakan terhadap Miss World, Siapakah di Belakang Penolakan Miss World?” di Hotel Gren Alia, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (19/9/2013).

Boni menambahkan, pembatalan pelaksanaan di Sentul ini tentunya mengejutkan bagi penyelenggara. Dia mengamati, terlihat sekali pemerintah sendiri lunak terhadap kelompok-kelompok keras yang menolak pelaksanaan Miss World. Menurutnya, kelunakan itu tentu bukan karena kelompok-kelompok radikal yang minoritas, melainkan karena ada kepentingan politis yang membungkusnya.

“Jadi, saya menduga kuat ini politis bukan perkara moral. Hanya yang menjadi pertanyaan kita, ‘Apakah ada kaitan antara kelompok elit-elit politik ini dengan gerakan-gerakan yang menolak Miss World? Itu masih menjadi tanda tanya,” jelas Boni.

“Tetapi yang jelas, ada kelompok-kelompok politik yang tidak suka karena acara ini akan mendongkrak elektabilitas ataupun popularitas dari Hary Tanoesoedibjo dan Wiranto. Dan Miss World ini, kalau tidak ada penolakan, konten dari event ini sangat luar biasa bagus,” tambahnya.

Terkait dengan suara-suara penolakan pelaksanaan Miss World 2013 di Indonesia juga mendapatkan tanggapan dari Arbi Sanit, Guru Besar Universitas Indonesia. Dia mengatakan, perempuan harus diberikan hak untuk memilih dalam hal apa pun. Kalau hal tersebut sudah diganggu gugat, maka demokrasi sudah mati.

“Perempuan harus diberikan hak untuk memilih. Apa hak kita menentukan apa yang tidak diperbolehkan atau apa yang dibolehkan, saya pikir ini sudah dipolitisasi,” tegasnya.

Okezone.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar