Global News World : JAKARTA - Tommy Sihotang, pengacara tersangka kasus suap di Mahkamah
Agung (MA), Mario Carmelio Bernardo, meminta Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) tidak secara terburu-buru menetapkan status tersangka
kepada kliennya tersebut.
Seharusnya tersangka penyuap staf
pendidikan dan pelatihan Mahkamah Agung (MA), Djodi Supratman, itu
disidangkan kode etik profesi terlebih dahulu.
"Kasus Mario itu
harusnya ada sidang kode etik. Tanya dulu dia di sana itu ngapain? Apa
yang dia cari? Apa kepentingannya? Jangan main ditangkap, lalu langsung
digeledah ruang kantornya," ujar Tommy, dalam diskusi Polemik Sindo
Radio yang bertajuk Advokat Juga Manusia, di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/7/2013).
Tommy,
yang juga Wakil Ketua Umum Kongres Advokat Indonesia, menegaskan Mario
tidak akan melakukan penyuapan untuk melancarkan perkara yang
ditanganinya di Mahkamah Agung. Karena uang yang disita KPK jumlahnya
sangat kecil untuk memberikan suap kepada tiga hakim agung.
"Saya
tidak yakin itu kasus suap. Ada tiga alasan. Yang pertama, Mario itu
bukan pengacara kasus di sana. Kedua, Djodi Supratman itu kerja di
litbang yang tidak ada kasusnya, kalau mau menyuap langsung saja ke
panitera. Ketiga, jumlah uang sebesar Rp80 juta itu sedikit sekali untuk
dibagi ke tiga hakim agung," ungkapnya.
Dia berasumsi, angka
Rp80 juta yang disita KPK dinilai tidak wajar. Jika uang tersebut dibagi
kepada empat hakim agung, maka per orang akan mendapat Rp20 juta.
"Kalau
Rp80 juta dibagi tiga atau empat hakim, artinya satu hakim dapat Rp20
juta. Mana cukup duit segitu. Buat makan siangnya saja kurang,"
kilahnya.
Pada kesempatan itu, Tommy juga menepis adanya anggapan
bahwa kasus yang menjerat kliennya tersebut berkaitan dengan terdakwa
kasus simulator SIM, Irjen Djoko Susilo, yang saat ini masih menjalani
persidangan. "Tidak ada hubungannya dengan kasus Djoko Susilo, itu sudah
ada keteranganya sama KPK," tegasnya.
Okezone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar