Global News World : Terhimpit mungkin kata yang lebih pas menggambarkan
posisi Arsene Wenger saat ini. Kalau dibandingkan, pelatih lain, di
jajaran tim elite Premier League, situasinya lebih ringan dan tak
menghadapi problem seberat gaffer asal Prancis itu.
Setelah melalui pramusim yang lumayan bagus, Arsenal ternyata justru
melempem di partai perdana. Awal tidak mengesankan bagi sebuah tim yang
punya sejarah besar, namun lemari trofinya tak pernah bertambah selama
delapan musim.
Maklum, misi mengakhiri kegagalan selalu didengungkan setiap awal musim,
dalam beberapa tahun terakhir, tapi selalu berujung kekecewaan. Meriam
London masih menyalak, tapi ledakannya tak lagi dahsyat.
Pelatih memang bukan satu-satunya faktor kesuksesan atau kegagalan tim,
tapi sialnya, para pemain bintang seolah cuci tangan. Larut dalam
frustrasi, ketimbang menyalahkan diri sendiri. Sejumlah bintang pun
cabut dari Emirates Stadium. Meski banyak alasan normatif yang mereka
utarakan, tapi selalu terselip kesan bahwa mereka memang lapar gelar dan
kemudian memilih jalan pintas lompat pagar ke tim-tim yang lebih
menjanjikan.
Pemain andalan yang disayang-sayang pergi, seperti Cesc Fabregas, lalu
Samir Nasri. Dan yang paling membuat sesak dada Wenger, ialah melihat
mesin golnya, Robin van Persie, membelakangi gerbang Emirates Stadium
menuju, Old Trafford.
Arsenal memang tetap menjadi raksasa, karena tak pernah terlempar dari
empat besar Premier League. Bagi klub-klub medioker atau papan bawah,
posisi itu sudah bisa membuat semua orang yang terlibat di klub bahagia.
Moral itu jelas tak berlaku untuk penghuni Emirates yang baru bisa
tersenyum bila trofi ada di tangan.
Sejak musim lalu, Wenger sudah menjadi target ketidakpuasan. Fans mulai
menyuarakan kata pemecatan. Dan sekarang situasi yang sama harus ia
rasakan lagi, setelah di partai perdana di permalukan Aston Villa 1-3,
tepat di hadap hidung pendukungnya di Emirates Stadium.
Kekalahan pada partai perdana, tidak akan pernah disikapi secara biasa
oleh fans yang terlalu haus gelar. Apalagi, solusi untuk membenahi tim
agar tampil lebih kompetitif juga tak ada titik terang. Tak lebih dari
dua pekan lagi, bursa transfer ditutup, Wenger masih kelabakan.
Pemain incaran tak ada yang merapat ke Emirates. Gonzalo Higuain,
striker yang coba diboyong dari Real Madrid memilih Napoli. Stefan
Jovetic lebih tertarik dengan Manchester City. David Villa ke Atletico.
Wayne Rooney yang dalam posisi tak nyaman di Old Trafford, tak ada
tanda-tanda akan dilepas. Apalagi, Chelsea juga ikut dalam perburuan.
Dan yang paling getol didekati, Luis Suarez, tak jua merapat, lantaran
klubnya selalu menolak nominal yang disodorkan Arsenal. Hingga kini,
hanya Yaya Sanogo yang berhasil ia rekrut.
Tak pernah sedernaha bagi klub sebesar Arsenal dalam urusan transfer.
Pemain dengan standar rata-rata banyak di bursa. Tapi tentu bukan pemain
dengan kualitas seperti itu yang dicari meski dana 70 juta pounds sudah
dibekali pemilik Arsenal untuk keperluan belanja Wenger.
Chairman Arsenal Peter Hill-Wood padahal sesumbar, “ kalau ada pemain
yang kami inginkan, harga bukan masalah.” Uang sudah ada, problemnya
sekarang Arsenal kesulitan melabuhkan pemain.”Beli pemain? Tapi siapa,”
Wenger membalikkan pertanyaan, dalam sebuah wawancara.
Bandingkan situasi Wenger dengan, Mourinho, David Moyes, dan Manuel
Pellegrini. Tiga pelatih klub rival yang semuanya sama-sama berstatus
pelatih “baru”. Tiga tim yang mereka tangani sukses meraih poin penuh.
Secara psikologis, kemenangan membawa optimisme dan suasana gairah dalam
tim, dan fans. Untuk sementara, ketiga koleganya itu aman.
Bebannya pun lebih ringan. Berstatus pelatih “baru”, akan ada alasan
aman yang menunggu mereka saat kompetisi berakhir, apa pun hasilnya.
Argumen “butuh adaptasi” memang klise, tapi masih aman dipakai. Orang
bakal mahfum “kemenangan tak bisa didapat secara instan.” Berbeda bila
Wenger yang gagal. Apalagi alasan yang bisa dipakai untuk menjelaskan?
Terlalu dini untuk menjudge, Wenger sedang bermimpi bisa mengatasi
raksasa-raksasa Premier League yang lain. Toh, di medan perang lain,
Arsenal baru saja tampil meyakinkan menyungkurkan Fenerbahce di playoff
Liga Champions.
Selain memanfaatkan sisa waktu di bursa transfer semaksimal mungkin,
selanjutnya, Fulham menjadi tantangan Wenger untuk menggerus rasa
skeptis terhadap tim yang ia latih sejak 1996 itu. Bila gagal, bisa jadi
laga tersebut, menjadi penentu karier Wenger di London Utara.
Okezone.comj
Tidak ada komentar:
Posting Komentar