Selasa, 27 Agustus 2013

Himpitan Wenger

Global News World : Terhimpit mungkin kata yang lebih pas menggambarkan posisi Arsene Wenger saat ini. Kalau dibandingkan, pelatih lain, di jajaran tim elite Premier League, situasinya lebih ringan dan tak menghadapi problem seberat gaffer asal Prancis itu.

Setelah melalui pramusim yang lumayan bagus, Arsenal ternyata justru melempem di partai perdana. Awal tidak mengesankan bagi sebuah tim yang punya sejarah besar, namun lemari trofinya tak pernah bertambah selama delapan musim.

Maklum, misi mengakhiri kegagalan selalu didengungkan setiap awal musim, dalam beberapa tahun terakhir, tapi selalu berujung kekecewaan. Meriam London masih menyalak, tapi ledakannya tak lagi dahsyat.

Pelatih memang bukan satu-satunya faktor kesuksesan atau kegagalan tim, tapi sialnya, para pemain bintang seolah cuci tangan. Larut dalam frustrasi, ketimbang menyalahkan diri sendiri. Sejumlah bintang pun cabut dari Emirates Stadium. Meski banyak alasan normatif yang mereka utarakan, tapi selalu terselip kesan bahwa mereka memang lapar gelar dan kemudian memilih jalan pintas lompat pagar ke tim-tim yang lebih menjanjikan.

Pemain andalan yang disayang-sayang pergi, seperti Cesc Fabregas, lalu Samir Nasri. Dan yang paling membuat sesak dada Wenger, ialah melihat mesin golnya, Robin van Persie, membelakangi gerbang Emirates Stadium menuju, Old Trafford.

Arsenal memang tetap menjadi raksasa, karena tak pernah terlempar dari empat besar Premier League. Bagi klub-klub medioker atau papan bawah, posisi itu sudah bisa membuat semua orang yang terlibat di klub bahagia. Moral itu jelas tak berlaku untuk penghuni Emirates yang baru bisa tersenyum bila trofi ada di tangan.

Sejak musim lalu, Wenger sudah menjadi target ketidakpuasan. Fans mulai menyuarakan kata pemecatan. Dan sekarang situasi yang sama harus ia rasakan lagi, setelah di partai perdana di permalukan Aston Villa 1-3, tepat di hadap hidung pendukungnya di Emirates Stadium.

Kekalahan pada partai perdana, tidak akan pernah disikapi secara biasa oleh fans yang terlalu haus gelar. Apalagi, solusi untuk membenahi tim agar tampil lebih kompetitif juga tak ada titik terang. Tak lebih dari dua pekan lagi, bursa transfer ditutup, Wenger masih kelabakan.

Pemain incaran tak ada yang merapat ke Emirates. Gonzalo Higuain, striker yang coba diboyong dari Real Madrid memilih Napoli. Stefan Jovetic lebih tertarik dengan Manchester City. David Villa ke Atletico. Wayne Rooney yang dalam posisi tak nyaman di Old Trafford, tak ada tanda-tanda akan dilepas. Apalagi, Chelsea juga ikut dalam perburuan. Dan yang paling getol didekati, Luis Suarez, tak jua merapat, lantaran klubnya selalu menolak nominal yang disodorkan Arsenal. Hingga kini, hanya Yaya Sanogo yang berhasil ia rekrut.

Tak pernah sedernaha bagi klub sebesar Arsenal dalam urusan transfer. Pemain dengan standar rata-rata banyak di bursa. Tapi tentu bukan pemain dengan kualitas seperti itu yang dicari meski dana 70 juta pounds sudah dibekali pemilik Arsenal untuk keperluan belanja Wenger.

Chairman Arsenal Peter Hill-Wood padahal sesumbar, “ kalau ada pemain yang kami inginkan, harga bukan masalah.” Uang sudah ada, problemnya sekarang Arsenal kesulitan melabuhkan pemain.”Beli pemain? Tapi siapa,” Wenger membalikkan pertanyaan, dalam sebuah wawancara.

Bandingkan situasi Wenger dengan, Mourinho, David Moyes, dan Manuel Pellegrini. Tiga pelatih klub rival yang semuanya sama-sama berstatus pelatih “baru”. Tiga tim yang mereka tangani sukses meraih poin penuh. Secara psikologis, kemenangan membawa optimisme dan suasana gairah dalam tim, dan fans. Untuk sementara, ketiga koleganya itu aman.

Bebannya pun lebih ringan. Berstatus pelatih “baru”, akan ada alasan aman yang menunggu mereka saat kompetisi berakhir, apa pun hasilnya. Argumen “butuh adaptasi” memang klise, tapi masih aman dipakai. Orang bakal mahfum “kemenangan tak bisa didapat secara instan.” Berbeda bila Wenger yang gagal. Apalagi alasan yang bisa dipakai untuk menjelaskan?

Terlalu dini untuk menjudge, Wenger sedang bermimpi bisa mengatasi raksasa-raksasa Premier League yang lain. Toh, di medan perang lain, Arsenal baru saja tampil meyakinkan menyungkurkan Fenerbahce di playoff Liga Champions.

Selain memanfaatkan sisa waktu di bursa transfer semaksimal mungkin, selanjutnya, Fulham menjadi tantangan Wenger untuk menggerus rasa skeptis terhadap tim yang ia latih sejak 1996 itu. Bila gagal, bisa jadi laga tersebut, menjadi penentu karier Wenger di London Utara.

Okezone.comj

Tidak ada komentar:

Posting Komentar