Global News World : JAKARTA - Indonesian Corruption Watch (ICW) mengatakan
uang suap yang diterima mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas
(SKK Migas), Rudi Rubiandini, senilai USD700 ribu, masih tergolong
"recehan".
"Uang yang diterima Rudi terbilang receh, kalau dilihat dari ruang
lingkup sektor usaha migas," ungkap peneliti ICW, Ade Irawan, dalam
jumpa persnya di kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Selasa (20/8/2013).
Ade mengatakan, jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa membongkar
penyimpangan hulu migas, dapat diketahui mengapa angka suap yang
diterima Rudi tergolong sangat kecil.
Senada dengan Ade, Koordinator dan Monitoring Analisis Anggaran ICW
Firdaus Ilyas mengungkapkan, sejak 2009, KPK secara kelembagaan sudah
melakukan pengawasan sektor migas, khususnya dari sisi hulunya.
"Namun, kita melihat, aparat penegak hukum tidak satu pun yang mengusut
dugaan korupsi migas. Ini sebuah cerita lama, sebab dari hulu hingga
hilir sektor migas rawan penyimpangan. Tapi, kenyataannya dari rentetan
penyimpangan adakah yang diselesaikan secara hukum? Kita tidak melihat
itu," papar Firdaus.
Lalu, Firdaus mempertanyakan, apakah suap yang diterima Rudi ini baru bagian awal dari penyimpangan industri migas Indonesia?
"Dari suap USD700 ribu atau sekira Rp7,2 miliar merupakan bagian kecil
dari rangkaian besar industri migas kita. Pendapatan sektor migas lebih
dari Rp600 triliun. Kemudian biaya operasional Rp150-160 triliun. Itu
pun kita belum bicara setelah masuk kilang dan sebagainya," jelas
Firdaus.
Menurut Firdaus, perputaran uang dari industri migas Indonesia lebih
dari Rp1.000 triliun per tahun dan industri ini memang sangat besar.
Kedua, industri migas sangat strategis karena menguasai hajat hidup
orang banyak.
"Kini, setelah ditangkapnya mantan Kepala SKK Migas mau seperti apa? Apa
hanya berhenti di Rudi Rubiandini atau membongkar kasus ini dan
memeriksa BUMN yang juga mengelola migas.
Okezone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar